Sabtu, 17 Oktober 2009

wacana seni

Teori Seni
Penting
sebagai Referensi,bukan Ide Pokok Lukisan
Oleh
Nyoman Gunarsa

KITA sering mendengar anggapan bahwa seni lukis modern merupakan suatu aliran yang sama sekali baru, sama sekali tak bisa dibandingkan dan dipersamakan dengan seni lukis yang pernah dihasilkan orang dari zaman ke zaman.

------------

Bila kita bercakap-cakap dengan senimannya sendiri, maka dia berkata bahwa seninya adalah hasil dari melihat lukisan-lukisan ciptaan pelukis-pelukis besar yang sudah lampau. Terutama para pelukis modern yang paling besar kalibernya suka berterus terang bahwa mereka belajar dengan jalan banyak melihat hasil seni para pelukis yang mendahului mereka.

Jalan baru adalah hasil rintisan yang dimulai dari zaman dahulu. Namun seniman-seniman itu tak hanya berterima kasih kepada seniman-seniman di zaman yang lampau saja, tapi banyak juga didorong dan ditunjang oleh kawan-kawan sesamanya (peran sanggar). Pengaruh dari kawan-kawan malah lebih besar dayanya daripada seniman yang mendahuluinya.

Juga mode atau trend bukan suatu yang tak ada dalam kesenian, terutama seniman yang masih lemah, merupakan sesuatu yang menentukan untuk mengikuti kehendak publik mendapatkan rezeki. Mereka tak setia dengan kejujuran sendiri, tak berani berkorban untuk mempertahankan kepribadian.

Seni lukis modern sebenarnya lahir karena ingin lepas dari kungkungan peniruan alam, terutama di Prancis ketika impresionisme mendominasi. Tokoh terkemuka seperti Manet, Monet, Renoir, dan Degas, adalah pelukis impresionis yang menonjol. Sedangkan Paul Cezanne, Vincent Van Gogh, Paul Gauguin menyusul Picasso adalah pendekar pelukis modern yang bertujuan memurnikan unsur seni lukis, seperti garis, warna, bidang (dimensi), tekstur ke persoalan utama untuk mencari keindahan garis/goresan dalam garis, mencari keindahan dalam komposisi warna, keindahan dalam menata komposisi bidang, atau keindahan tekstur.

Mereka meletakkan kemurnian elemen-elemen agar berbicara, bukan untuk memalsukan atau meniru alam. Dari tiga pendekar ini seni lukis modern meluas ke seluruh dunia termasuk mewarnai perkembangan seni lukis Indonesia.

Para tokoh pelukis modern selain Picasso, juga Braque, tokoh kubisme Henry Matisse, terkenal dengan sebutan "Master of Arabesque", George Seurat perintis pointilisme yang akhirnya menghilhami seni optikal Victor Vasanelly -- menggunakan pointilis atau titik-titik untuk membentuk warna-warna tertentu. Aliran kubisme di Indonesia diperkenalkan oleh Ries Mulder di ITB Bandung selaku dosen instruktur senior di perguruan itu, sedangkan Ries Mulder berguru dari Jack Louis Villon kelompok kubisme di Paris.

Seni lukis modern tak hanya memurnikan unsur-unsur pokok seni lukis, tapi juga dipengaruhi atau dimasuki berbagai konsep baru yang berkembang di Eropa seperti ilmu jiwa, dunia kanak-kanak, perang, masalah sosial, teknologi, industri, dan seterusnya. Henry N. Rasmusen, peneliti dan penulis "Art Structure" tentang creative design membeberkan secara gamblang mengenai "teori seni", bagaimana cara mencapai harmoni berkarya dan berbagai karakter simbol garis yang dirangkum dalam "20 Axpretion Line Symbol".

Dalam warna termasuk teori warna untuk mendapatkan warna-warna baru dari warna pokok merah, kuning, biru sampai warna-warna sekunder, tersier, kuartier, dan seterusnya. Dalam dimensi bidang, bagaimana cara mengaturnya supaya harmoni dengan teory of balance-nya. Permainan tekstur halus-kasar dari permukaan bidang atau kanvas yang digunakan akan mempengaruhi visi si pengamat atau publik sebagai penonton. Teori seni ini sangat penting sebagai referensi kita untuk mengungkap persoalan misteri jagat raya dalam dunia penciptaan, tapi bukan untuk diklaim sebagai ciptaan atau penemuan sendiri.

Seni Modern Indonesia

Perkembangan seni lukis modern yang berkembang di Eropa dan Amerika secara tak langsung juga bergema dan berpengaruh di Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena perguruan-perguruan tinggi seni kita juga mengacu pada kurikulum barat, termasuk referensi buku-buku tentang seni banyak ditulis orang barat. Sedangkan di Indonesia buku-buku seni itu bisa dihitung dengan jari.

Khusus di Amerika telah berkembang pop art, kemudian seni instalasi, enveromental art -- juga mempengaruhi perupa-perupa kita. Tokoh-tokoh Amerika terkemuka Andy Warhol, Jasper John, Roy Linstenstein, James Rossenquese, dan Hans Hartung. Demikian pula dengan alat-alat telekomunikasi yang makin canggih seperti internet, website, telah membuat dunia ini satu (one world) yang juga populer dengan globalization.

Pengaruh dan mempengaruhi itu akan terjadi, terutama di kalangan generasi muda, sehingga seni budaya kita akan cepat dilupakan kalau tak ada langkah-langkah bijaksana dari pemerintah. Di sinilah pentingnya jati diri bangsa, jati diri pribadi, dan jati diri pelukis Indonesia. Teori seni dan praktik memang penting, tapi seni yang berkepribadian juga sangat penting dalam kaitannya dengan benturan global. Melukis perlu perenungan, pencerahan, dan bukan gebyar-gebyar sekadar retorika memanfaatkan teori seni yang sudah baku. (*)

sumber bali post online

Sabtu, 10 Oktober 2009

concept pencapaian dalam pasca sejarah senirupa

Ringkasan tulisan mengenai pikiran maupun gagasan yang diharapkan biasa memberi inspirasi, menstimulasi gairah dan melatar belakangi proses penciptaan karya, dalam rangka (rencana) pameran Keluarga Besar Studio Patung IKJ..2010.
PROLOG.
Keluarga besar studio patung IKJ merencanakan pameran sekitar bulan Februari 2010 ..dalam rangka 40 thn IKJ. Karena menyangkut nama institusi (IKJ) sebagai lembaga pendidikan, kegiatan ini seyogianya mencerminkan satu tanggung jawab pencapaian intelektual. Oleh karenanya faktor idealisme harus dikedepankan.
Idealisme terutama menyangkut hal-hal yang bersifat visioner. Bagaimana satu pencapaian intelektual bisa menerjemahkan sebuah visi didepan. Yang dimaksud dengan visi, ialah kemampuan kekuatan penghayatan seorang seniman (pematung) tentang hidup dan kehidupan..sesuai dengan pencapaian kesadaran eksistensial dan keluasan pengamatan peradaban melampaui kurun waktu saat ini kearah yang lanjut..di depan.
Dalam rangka itu kreatifitas seniman adalah mencipta (create) tanda-tanda, simbol-simbol, kode-kode bentuk visual yang bisa terkomunikasikan dan berbicara tentang pencapaian lanjut dimaksud.
ISI / CONTENT
Visi.

Kurun waktu mutahir ditandai dengan makin intensifnya pencarian jati diri eksistensial manusia sebagai pelaku peradaban. Esensi tentang pemahaman identitas jati diri yang lebih tinggi, lebih luhur dan lebih berharkat.
Usaha pencarian mengesankan telah tiba pada titik transformasi kesadaran, dari identifikasi-identifikasi yang bersifat phisik ke identifikasi-identifikasi yang bersifat spirit. Tiba pada pemahaman esensial bahwa eksistensi manusia sesungguhnya adalah manusia spiritual (manusia roh yang hidup didalam tubuh yang punya jiwa, pikiran, kehendak dan emosi)…terjadi sublimasi eksistensial dari yang terbatas menjadi tidak terbatas (kekal).
Salah satu indikatornya adalah kejenuhan didalam mengeksplorasi pikiran sebagai perangkat akal-budi. Pikiran seperti sudah mencapai titik puncak peran dan kekuatannya …udah mentok. Masalah eksistensi tidak bisa selesai hanya melalui logika.
Paham rasionalisme yang begitu mendominasi peradaban (moderen) dalam kurun sejarah yang panjang sudah tiba pada batas ahir dominasinya.., artinya pikiran sudah tidak bisa lagi menjadi “penguasa” yang membentuk “rezim pemahaman” tentang hidup, kehidupan dan eksistensi manusia.

(1)
Intuisi, spirit dan kepekaan-kepekaan inderawi lain sebagai elemen-elemen penghayatan alternative yang selama ini terabaikan mendapatkan tempatnya kembali, diapresiasi dan diberdayakan. Artinya sesuatu yang bisa dipahami, tidak harus terformulasikan. Pemahaman-pemahaman yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman intuitif, inderawi dan spiritual tidak perlu mendapatkan “keabsahan” formulatif pikiran.
Imajinasi sebagai perangkat utama dalam seni..lebih berkolaborasi dengan kemampuan –kemampuan sintetik otak kanan.. jenuh dengan dinamika analitik otak kiri
Fenomena ini secara harafiah dapat dibaca dan ditandai dengan perubahan perilaku. Antusiasme kehidupan spiritual relijius makin berkembang. “Semangat” sesuatu yang enerjik, abstrak dari dalam terus dibangkitkan oleh motivator-motivator yang banyak bermunculan ahir-ahir ini. Gagasan-gagasan untuk keluar dari keterbatasan phisik, keterbatasan aspiratif dipromosikan oleh media visual… terutama media film yang banyak memproduksi film-film fiksi. Semua ini seakan mendorong lahirnya satu spesies manusia dengan kesadaran baru yang lanjut..menembus ruang-ruang eksistensi yang sudah dikenal..dengan kesadaran ilahiah.
Sebuah visi tentang citra eksistensial yang lebih tinggi, lebih luhur, telah terbuka seakan telah menemukan “Cetak Biru” kodrati, yang berisi rahasia-rahasia adikodrati. Penghayatan yang mengarah kepada pemahaman-pemahaman yang absolute (kekal) …yang menembus nalar…bermuara pada “keyakinan”.
Kesimpulan.
Jika ditelusuri menurut perjalanan waktu dari awal peradaban..maka dapat diamati, dianalisa dan disimpulkan..terjadi evolusi dibidang perilaku manusia sesuai dengan pencapaian kesadaran eksistensialnya dari waktu ke waktu.
Dimulai dimasa pra-sejarah yang ditandai dengan perilaku yang mengindikasikan belum berfungsinya pikiran yang memberadabkan. Manusia masih dikuasai oleh impuls-impuls phisik yang bersifat purba. Naluri kebinatangannya lebih menonjol,..lebih eksis.
Kemudian terjadi lompatan kesadaran yang signifikan di kurun sejarah yang panjang, ditandai dengan difungsikan dan dieksplorasikannya pikiran membawa manusia pada satu kesadaran tentang kemanusiaan, masuk dalam satu level beradab dan peradaban yang lebih meningkat, lebih berharkat.
Ahirnya kita kini sudah berada dikurun waktu mutahir..kurun waktu dimana manusia sadar bahwa eksistensinya tidak hanya biasa dibentuk, dikendalikan dan dibatasi oleh pikiran, nalar..hal-hal yang formulatif…kurun waktu paska-sejarah.


( 2 )
Diwilayah kurun waktu ini, menarik apabila diadakan pengamatan terhadap kepekaan-kepekaan eksistensial “baru” dalam rangka eksplorasi kesadaran tingkat lanjut.. lebih sublime..menuju pemahaman tentang harkat tertinggi.. harkat ilahi.
Evolusi perilaku yang hakekatnya merupakan pencerminan dari satu evolusi kesadaran dalam perjalanan waktu dapat dibuat strukturnya sederhana sebagai berikut :
Masa Pra Sejarah ----------- Peri Kebinatangan.
Masa Sejarah ---------------- Peri Kemanusiaan.
Masa Pasca Sejarah -------- Peri Keilahian.

Kekinian.
Spiritualisme mutahir menyimpulkan bahwa…realitas yang obyektif adalah “saat ini”. Realitas saat ini adalah realitas seadanya, sadar tanpa didominasi oleh pikiran. Keberadaan dihayati bukan karena aktifitas berpikir saja.
Dalam dinamika spiritual, sederhananya “saat ini” adalah saat mengamati, menikmati dunia dengan kepekaan-kepekaan inderawi..apa adanya.. menghadapi baik buruk… negative positif tanpa melarikan diri.. terutama melalui pikiran. Keberanian untuk mengalir “ikhlas” dalam kehidupan ini “membebaskan”, dan memberi peluang untuk memunculkan “pencerahan” yang sebenarnya sudah ada didalam diri sesuai seperti yang ada dalam “Cetak Biru” kodrati.
Kekuatan “kekinian” menarik semua pengalaman masa lalu, analisa-analisa sensibilitas yang kontinyu maupun nostalgia-nostalgia kedalam frame saat ini. Demikian juga semua prediksi-prediksi masa depan, mimpi-mimpi, ramalan-ramalan juga ditarik dalam frame kekinian. Hidup adalah saat ini.
Kekinian dalam kesenian memunculkan istilah “kontemporer”. Kesenian kontemporer terutama membebaskan diri dari kontuinitas konsep-konsep masa lalu.
Dalam usaha pencapaian Dunia Baru kekuatan kekinian menginspirasi berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan melakukan berbagai riset dan inovasi-inovasi yang revolusioner, penuh terobosan.
Posisi dan peran ideal seni yang secara tradisional senantiasa berada didepan.. terlebih dahulu masuk ke ruang-ruang adab baru, mencari, menemukan dan mencapai nilai-nilai kehidupan lanjut terutama melalui kepekaan humanistik..menjadi cair karena perilaku eksploratif berbagai disiplin pengetahuan. Peran ideal menjadi milik semua disiplin ilmu.
Apa yang terkandung dibalik kekuatan kekinian,..apa karakter esensial yang bisa diamati didalam paham kontemporer. Indikasi yang paling tampak adalah “keliaran” dalam tendensi yang positif produk dari satu penghayatan yang merdeka. Pencerminan dari obsesi-obsesi bebas.. keluar dari kemapanan, melanjutkan petualangan dalam proses kreatif menerjemahkan aspirasi-aspirasi lanjut. Pada titik ini terjadi pertemuan antara
Obsesi dengan makna dan arti “kebebasan” sebagai hakekat kreatif.
( 3)
Fokus Karya.
Pameran keluarga besar studio patung IKJ mencoba berbicara, mengekspresikan dan mempresentasikan “pencapaian” seperti yang dikemukakan diatas. Dilandasi pemahaman tentang proses kreatif yang “merdeka”.. berani masuk ke ruang-ruang kreatif baru dan asing.
Idealnya semua pengalaman penghayatan artistic / estetik mutahir muncul dalam bentuk-bentuk, symbol-simbol, tanda-tanda maupun kode-kode visual yang baru “diciptakan” ..diluar standard yang ada.
Pemahaman tentang Peri Keilahian jangan disempitkan dalam arti Tuhan dan agama. Fokusnya tetap pada “Cetak Biru” kodrati. Transformasi dari ruang kesadaran verbal secular ke ruang-ruang sublime spiritual.
EPILOG.
Ada benang merah antara hakekat kreatif, paham kontemporer dan pencapaian kesadaran eksistensial lanjut dalam periode Paska Sejarah yaitu “kebebasan”. Manusia “merdeka” yang tercerahkan dengan penghayatan yang merdeka memunculkan karya yang merdeka.


Abis Lebaran ‘ 09.
Benny Ronald Tahalele.