Sabtu, 17 Oktober 2009

wacana seni

Teori Seni
Penting
sebagai Referensi,bukan Ide Pokok Lukisan
Oleh
Nyoman Gunarsa

KITA sering mendengar anggapan bahwa seni lukis modern merupakan suatu aliran yang sama sekali baru, sama sekali tak bisa dibandingkan dan dipersamakan dengan seni lukis yang pernah dihasilkan orang dari zaman ke zaman.

------------

Bila kita bercakap-cakap dengan senimannya sendiri, maka dia berkata bahwa seninya adalah hasil dari melihat lukisan-lukisan ciptaan pelukis-pelukis besar yang sudah lampau. Terutama para pelukis modern yang paling besar kalibernya suka berterus terang bahwa mereka belajar dengan jalan banyak melihat hasil seni para pelukis yang mendahului mereka.

Jalan baru adalah hasil rintisan yang dimulai dari zaman dahulu. Namun seniman-seniman itu tak hanya berterima kasih kepada seniman-seniman di zaman yang lampau saja, tapi banyak juga didorong dan ditunjang oleh kawan-kawan sesamanya (peran sanggar). Pengaruh dari kawan-kawan malah lebih besar dayanya daripada seniman yang mendahuluinya.

Juga mode atau trend bukan suatu yang tak ada dalam kesenian, terutama seniman yang masih lemah, merupakan sesuatu yang menentukan untuk mengikuti kehendak publik mendapatkan rezeki. Mereka tak setia dengan kejujuran sendiri, tak berani berkorban untuk mempertahankan kepribadian.

Seni lukis modern sebenarnya lahir karena ingin lepas dari kungkungan peniruan alam, terutama di Prancis ketika impresionisme mendominasi. Tokoh terkemuka seperti Manet, Monet, Renoir, dan Degas, adalah pelukis impresionis yang menonjol. Sedangkan Paul Cezanne, Vincent Van Gogh, Paul Gauguin menyusul Picasso adalah pendekar pelukis modern yang bertujuan memurnikan unsur seni lukis, seperti garis, warna, bidang (dimensi), tekstur ke persoalan utama untuk mencari keindahan garis/goresan dalam garis, mencari keindahan dalam komposisi warna, keindahan dalam menata komposisi bidang, atau keindahan tekstur.

Mereka meletakkan kemurnian elemen-elemen agar berbicara, bukan untuk memalsukan atau meniru alam. Dari tiga pendekar ini seni lukis modern meluas ke seluruh dunia termasuk mewarnai perkembangan seni lukis Indonesia.

Para tokoh pelukis modern selain Picasso, juga Braque, tokoh kubisme Henry Matisse, terkenal dengan sebutan "Master of Arabesque", George Seurat perintis pointilisme yang akhirnya menghilhami seni optikal Victor Vasanelly -- menggunakan pointilis atau titik-titik untuk membentuk warna-warna tertentu. Aliran kubisme di Indonesia diperkenalkan oleh Ries Mulder di ITB Bandung selaku dosen instruktur senior di perguruan itu, sedangkan Ries Mulder berguru dari Jack Louis Villon kelompok kubisme di Paris.

Seni lukis modern tak hanya memurnikan unsur-unsur pokok seni lukis, tapi juga dipengaruhi atau dimasuki berbagai konsep baru yang berkembang di Eropa seperti ilmu jiwa, dunia kanak-kanak, perang, masalah sosial, teknologi, industri, dan seterusnya. Henry N. Rasmusen, peneliti dan penulis "Art Structure" tentang creative design membeberkan secara gamblang mengenai "teori seni", bagaimana cara mencapai harmoni berkarya dan berbagai karakter simbol garis yang dirangkum dalam "20 Axpretion Line Symbol".

Dalam warna termasuk teori warna untuk mendapatkan warna-warna baru dari warna pokok merah, kuning, biru sampai warna-warna sekunder, tersier, kuartier, dan seterusnya. Dalam dimensi bidang, bagaimana cara mengaturnya supaya harmoni dengan teory of balance-nya. Permainan tekstur halus-kasar dari permukaan bidang atau kanvas yang digunakan akan mempengaruhi visi si pengamat atau publik sebagai penonton. Teori seni ini sangat penting sebagai referensi kita untuk mengungkap persoalan misteri jagat raya dalam dunia penciptaan, tapi bukan untuk diklaim sebagai ciptaan atau penemuan sendiri.

Seni Modern Indonesia

Perkembangan seni lukis modern yang berkembang di Eropa dan Amerika secara tak langsung juga bergema dan berpengaruh di Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena perguruan-perguruan tinggi seni kita juga mengacu pada kurikulum barat, termasuk referensi buku-buku tentang seni banyak ditulis orang barat. Sedangkan di Indonesia buku-buku seni itu bisa dihitung dengan jari.

Khusus di Amerika telah berkembang pop art, kemudian seni instalasi, enveromental art -- juga mempengaruhi perupa-perupa kita. Tokoh-tokoh Amerika terkemuka Andy Warhol, Jasper John, Roy Linstenstein, James Rossenquese, dan Hans Hartung. Demikian pula dengan alat-alat telekomunikasi yang makin canggih seperti internet, website, telah membuat dunia ini satu (one world) yang juga populer dengan globalization.

Pengaruh dan mempengaruhi itu akan terjadi, terutama di kalangan generasi muda, sehingga seni budaya kita akan cepat dilupakan kalau tak ada langkah-langkah bijaksana dari pemerintah. Di sinilah pentingnya jati diri bangsa, jati diri pribadi, dan jati diri pelukis Indonesia. Teori seni dan praktik memang penting, tapi seni yang berkepribadian juga sangat penting dalam kaitannya dengan benturan global. Melukis perlu perenungan, pencerahan, dan bukan gebyar-gebyar sekadar retorika memanfaatkan teori seni yang sudah baku. (*)

sumber bali post online

Sabtu, 10 Oktober 2009

concept pencapaian dalam pasca sejarah senirupa

Ringkasan tulisan mengenai pikiran maupun gagasan yang diharapkan biasa memberi inspirasi, menstimulasi gairah dan melatar belakangi proses penciptaan karya, dalam rangka (rencana) pameran Keluarga Besar Studio Patung IKJ..2010.
PROLOG.
Keluarga besar studio patung IKJ merencanakan pameran sekitar bulan Februari 2010 ..dalam rangka 40 thn IKJ. Karena menyangkut nama institusi (IKJ) sebagai lembaga pendidikan, kegiatan ini seyogianya mencerminkan satu tanggung jawab pencapaian intelektual. Oleh karenanya faktor idealisme harus dikedepankan.
Idealisme terutama menyangkut hal-hal yang bersifat visioner. Bagaimana satu pencapaian intelektual bisa menerjemahkan sebuah visi didepan. Yang dimaksud dengan visi, ialah kemampuan kekuatan penghayatan seorang seniman (pematung) tentang hidup dan kehidupan..sesuai dengan pencapaian kesadaran eksistensial dan keluasan pengamatan peradaban melampaui kurun waktu saat ini kearah yang lanjut..di depan.
Dalam rangka itu kreatifitas seniman adalah mencipta (create) tanda-tanda, simbol-simbol, kode-kode bentuk visual yang bisa terkomunikasikan dan berbicara tentang pencapaian lanjut dimaksud.
ISI / CONTENT
Visi.

Kurun waktu mutahir ditandai dengan makin intensifnya pencarian jati diri eksistensial manusia sebagai pelaku peradaban. Esensi tentang pemahaman identitas jati diri yang lebih tinggi, lebih luhur dan lebih berharkat.
Usaha pencarian mengesankan telah tiba pada titik transformasi kesadaran, dari identifikasi-identifikasi yang bersifat phisik ke identifikasi-identifikasi yang bersifat spirit. Tiba pada pemahaman esensial bahwa eksistensi manusia sesungguhnya adalah manusia spiritual (manusia roh yang hidup didalam tubuh yang punya jiwa, pikiran, kehendak dan emosi)…terjadi sublimasi eksistensial dari yang terbatas menjadi tidak terbatas (kekal).
Salah satu indikatornya adalah kejenuhan didalam mengeksplorasi pikiran sebagai perangkat akal-budi. Pikiran seperti sudah mencapai titik puncak peran dan kekuatannya …udah mentok. Masalah eksistensi tidak bisa selesai hanya melalui logika.
Paham rasionalisme yang begitu mendominasi peradaban (moderen) dalam kurun sejarah yang panjang sudah tiba pada batas ahir dominasinya.., artinya pikiran sudah tidak bisa lagi menjadi “penguasa” yang membentuk “rezim pemahaman” tentang hidup, kehidupan dan eksistensi manusia.

(1)
Intuisi, spirit dan kepekaan-kepekaan inderawi lain sebagai elemen-elemen penghayatan alternative yang selama ini terabaikan mendapatkan tempatnya kembali, diapresiasi dan diberdayakan. Artinya sesuatu yang bisa dipahami, tidak harus terformulasikan. Pemahaman-pemahaman yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman intuitif, inderawi dan spiritual tidak perlu mendapatkan “keabsahan” formulatif pikiran.
Imajinasi sebagai perangkat utama dalam seni..lebih berkolaborasi dengan kemampuan –kemampuan sintetik otak kanan.. jenuh dengan dinamika analitik otak kiri
Fenomena ini secara harafiah dapat dibaca dan ditandai dengan perubahan perilaku. Antusiasme kehidupan spiritual relijius makin berkembang. “Semangat” sesuatu yang enerjik, abstrak dari dalam terus dibangkitkan oleh motivator-motivator yang banyak bermunculan ahir-ahir ini. Gagasan-gagasan untuk keluar dari keterbatasan phisik, keterbatasan aspiratif dipromosikan oleh media visual… terutama media film yang banyak memproduksi film-film fiksi. Semua ini seakan mendorong lahirnya satu spesies manusia dengan kesadaran baru yang lanjut..menembus ruang-ruang eksistensi yang sudah dikenal..dengan kesadaran ilahiah.
Sebuah visi tentang citra eksistensial yang lebih tinggi, lebih luhur, telah terbuka seakan telah menemukan “Cetak Biru” kodrati, yang berisi rahasia-rahasia adikodrati. Penghayatan yang mengarah kepada pemahaman-pemahaman yang absolute (kekal) …yang menembus nalar…bermuara pada “keyakinan”.
Kesimpulan.
Jika ditelusuri menurut perjalanan waktu dari awal peradaban..maka dapat diamati, dianalisa dan disimpulkan..terjadi evolusi dibidang perilaku manusia sesuai dengan pencapaian kesadaran eksistensialnya dari waktu ke waktu.
Dimulai dimasa pra-sejarah yang ditandai dengan perilaku yang mengindikasikan belum berfungsinya pikiran yang memberadabkan. Manusia masih dikuasai oleh impuls-impuls phisik yang bersifat purba. Naluri kebinatangannya lebih menonjol,..lebih eksis.
Kemudian terjadi lompatan kesadaran yang signifikan di kurun sejarah yang panjang, ditandai dengan difungsikan dan dieksplorasikannya pikiran membawa manusia pada satu kesadaran tentang kemanusiaan, masuk dalam satu level beradab dan peradaban yang lebih meningkat, lebih berharkat.
Ahirnya kita kini sudah berada dikurun waktu mutahir..kurun waktu dimana manusia sadar bahwa eksistensinya tidak hanya biasa dibentuk, dikendalikan dan dibatasi oleh pikiran, nalar..hal-hal yang formulatif…kurun waktu paska-sejarah.


( 2 )
Diwilayah kurun waktu ini, menarik apabila diadakan pengamatan terhadap kepekaan-kepekaan eksistensial “baru” dalam rangka eksplorasi kesadaran tingkat lanjut.. lebih sublime..menuju pemahaman tentang harkat tertinggi.. harkat ilahi.
Evolusi perilaku yang hakekatnya merupakan pencerminan dari satu evolusi kesadaran dalam perjalanan waktu dapat dibuat strukturnya sederhana sebagai berikut :
Masa Pra Sejarah ----------- Peri Kebinatangan.
Masa Sejarah ---------------- Peri Kemanusiaan.
Masa Pasca Sejarah -------- Peri Keilahian.

Kekinian.
Spiritualisme mutahir menyimpulkan bahwa…realitas yang obyektif adalah “saat ini”. Realitas saat ini adalah realitas seadanya, sadar tanpa didominasi oleh pikiran. Keberadaan dihayati bukan karena aktifitas berpikir saja.
Dalam dinamika spiritual, sederhananya “saat ini” adalah saat mengamati, menikmati dunia dengan kepekaan-kepekaan inderawi..apa adanya.. menghadapi baik buruk… negative positif tanpa melarikan diri.. terutama melalui pikiran. Keberanian untuk mengalir “ikhlas” dalam kehidupan ini “membebaskan”, dan memberi peluang untuk memunculkan “pencerahan” yang sebenarnya sudah ada didalam diri sesuai seperti yang ada dalam “Cetak Biru” kodrati.
Kekuatan “kekinian” menarik semua pengalaman masa lalu, analisa-analisa sensibilitas yang kontinyu maupun nostalgia-nostalgia kedalam frame saat ini. Demikian juga semua prediksi-prediksi masa depan, mimpi-mimpi, ramalan-ramalan juga ditarik dalam frame kekinian. Hidup adalah saat ini.
Kekinian dalam kesenian memunculkan istilah “kontemporer”. Kesenian kontemporer terutama membebaskan diri dari kontuinitas konsep-konsep masa lalu.
Dalam usaha pencapaian Dunia Baru kekuatan kekinian menginspirasi berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan melakukan berbagai riset dan inovasi-inovasi yang revolusioner, penuh terobosan.
Posisi dan peran ideal seni yang secara tradisional senantiasa berada didepan.. terlebih dahulu masuk ke ruang-ruang adab baru, mencari, menemukan dan mencapai nilai-nilai kehidupan lanjut terutama melalui kepekaan humanistik..menjadi cair karena perilaku eksploratif berbagai disiplin pengetahuan. Peran ideal menjadi milik semua disiplin ilmu.
Apa yang terkandung dibalik kekuatan kekinian,..apa karakter esensial yang bisa diamati didalam paham kontemporer. Indikasi yang paling tampak adalah “keliaran” dalam tendensi yang positif produk dari satu penghayatan yang merdeka. Pencerminan dari obsesi-obsesi bebas.. keluar dari kemapanan, melanjutkan petualangan dalam proses kreatif menerjemahkan aspirasi-aspirasi lanjut. Pada titik ini terjadi pertemuan antara
Obsesi dengan makna dan arti “kebebasan” sebagai hakekat kreatif.
( 3)
Fokus Karya.
Pameran keluarga besar studio patung IKJ mencoba berbicara, mengekspresikan dan mempresentasikan “pencapaian” seperti yang dikemukakan diatas. Dilandasi pemahaman tentang proses kreatif yang “merdeka”.. berani masuk ke ruang-ruang kreatif baru dan asing.
Idealnya semua pengalaman penghayatan artistic / estetik mutahir muncul dalam bentuk-bentuk, symbol-simbol, tanda-tanda maupun kode-kode visual yang baru “diciptakan” ..diluar standard yang ada.
Pemahaman tentang Peri Keilahian jangan disempitkan dalam arti Tuhan dan agama. Fokusnya tetap pada “Cetak Biru” kodrati. Transformasi dari ruang kesadaran verbal secular ke ruang-ruang sublime spiritual.
EPILOG.
Ada benang merah antara hakekat kreatif, paham kontemporer dan pencapaian kesadaran eksistensial lanjut dalam periode Paska Sejarah yaitu “kebebasan”. Manusia “merdeka” yang tercerahkan dengan penghayatan yang merdeka memunculkan karya yang merdeka.


Abis Lebaran ‘ 09.
Benny Ronald Tahalele.

Senin, 21 September 2009

Arti sebuah kemerdekaan

tubuh adalah penjara bagi jiwa,namun jiwa yang hampa hanyalah angin di musim kemarau, ber hembus membawa kabar duka,  merangas disetiap ayunan langkah yang gontai.
> sebuah pemikiran<

Jumat, 31 Juli 2009

Antara terror ,kita dia dan mereka

saat semua menjadi semakin chaos....beribu keinginan dan hasrat juga harapan, yang ingin terus eksis namun hanya segelintir yang mampu eksis walau segala cara digunakan etis dan tidak etis hanya sebuah wacana , sedang yang tertindas maupun merasa tertindas..dengan segala nafsu dan dendam mencoba bangkit menyeruak demi sebuah eksistansi..semua ingin berbicara hanya sedikit yang mau mendengar dengan hati,bicara dengan semua bahasa verbal maupun nonverbal...kalimat-kalimat yang berarti dan bermakna bercampur baur seperti sisa metabolis di pagi hari..begitu menyegat namun tak ada mau mendengar..semua hanya mau berbicara...
Dan chaos semakin memuncak hingga menjadi zero..semua kata-kata seperti debu-debu berterbangan tak berarti...dan semua menjadi hampa ditengah semesta...

sebuah renungan

Sabtu, 04 April 2009

Ini suram kuwariskan padamu

Padam sudah fuad
dalam langkah berbuat
hingga dendam dan keserakahanpun bersemi
di jiwa yang penuh dengki
itu tergores di sudut sejarah yang suram
sebagai lembaran tersuram
yang akan diwariskan padamu, nak..
lalu coba kamu tengok dan tontonlah,
sekarang, kamu lihat apa?
kehacuran moral dan alam ?
manusia serakah dan rakus?
bangkai-bangkai terlupa
yang berserak ditanah lapang....?
ya,ya kamu benar nak,
itu suram yang kuwariskan pada mu
dan jangan wariskan lagi pada cucuku
hari ini

Yo..! untuk mu.

kubiarkan darah ini membeku
didalam tubuh yang membiru
dan selaksa tombak menancap erat
dengan angkuhnya didada
walau burung-burung laknat
mengoyak seluruh daging tubuh
aku tidak peduli...
kubiarkan darah ku mendidih
didalam hati yang membara
dan ribabuan derajat panas api membakar
dengan riangnya menghanguskan seluruh isi hati dan rasa
aku tidak peduli....
angan tak kunjung datang
meluapkan semua emosi,
seperti luapan air situ gintung,
yang menghampakan semua asa dan harapan.
dan lamunanku runtuh memupus harapan
tinggi melayang
menghujat diri
menahan lara...aku tidak peduli...
maka langkahku semakin lunglai
mencipta jejak angan
disetiap bekas luka
hingga diri terasa lumpuh
tiada daya dan harapan
walau peluh telah membasahi angan..
ah ..ingin diri menjerit sekehendak hati
takala kehampaan dan kesedihan semakin merasuk tak berwujud
menanti tuntasnya mimpi tak berujung...aku tidak peduli


sebuah renungan kehidupan

Senin, 09 Maret 2009

pandangan kesenian

Pandangan Kesenian,
cengkareng,9maret2009
Ketika berbicara mengenai interpelasi terutama mempertanyakan perkembangan seni rupa dunia maupun tentang pandangan terhadap paham-paham yang lumrah didunia seni rupa, maka kita akan menjumpai begitu banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar membuat kita semakin ingin terus dan terus bertanya yang pada akhirnya hilang begitu saja, mengapa demikian hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran akan pentingnya seni dalam hal ini seni rupa sebagai bagian intergral dari kemajuan suatu masyarakat, di samping itu juga pandangan kaum bermodal ( kolektor ) yang tidak fair dalam menyikapi perkembangan seni rupa, yang semata- mata atas pertimbangan keuntungan belaka artinya kolektor hanya mencari karya seni yang laku dijual lagi dengan harga lebih mahal sedangkan senimannya hanya mendapatkan sepersekian dari karyanya.
begitu juga sikap para senimannya pula yang sering tidak sadar (kayanya sih sadar) kalo dirinya itu didikte oleh kaum bermodal maupun oleh lingkungannya (pasar), ketika masih belum begitu terkenal selalu gonta-ganti gaya dan aliran (inofative) namun ketika sudah terkenal dengan satu gaya dan terserap oleh kolektor maupun pasar mulai deh, sedikit takut untuk gonta-ganti gaya karena takut ditinggal oleh kolektor karena tidak punya ciri Khas(?) atau selalu mengikuti pasar biar tidak ketinggalan gaya dengan harapan dibeli oleh kolektor, jadi motifasinya hanya semata semata-mata hanya bangaimana bisa laku bukan oleh kesadaran bahwa karya seni itu merupakan suatu karya yang tidak harus ikut tren gaya yang sedang berlaku dan karya seni itu adalah suatu pandangan jauh kedepan melewati batas-batas ruang dan waktu jadi tidak dibatasi oleh kepentingan kolektor,pasar,maupun pemerintah yang sedang berkuasa.
Sikap pemerintah pun juga membuat saya pribadi bertanya-tanya mengapa pendidikan seni rupa di Indonesia untuk sekolah –sekolah hanya menjadi ekstra bukan menjadi pelajaran pokok kalau pun menjadi pokok porsinya sangat minim dan materi pengajarannya banyak yang ngaco, belum lagi sikap pemerintah yang mengait-ngaitkan seni dengan masalah-masalah politik sampai-sampai senimannya tidak boleh mengekspresikan karya-karya nya , senimannya dipenjara dan karyanya dirusak dan lebih parah lagi tidak diakui sebagai manusia yang punya hak asasi untuk berkarya.
Hal ini secara langsung maupun tidak mempengaruhi pandangan masyarakat umum untuk mendapatkan wacana seni rupa yang berimbang, belum apa-apa sudah dicap “ ah, ini porno grafi”, “ah, ini SARA”, “ah, ini tidak sesuai dengan kaidah seni anu”, “ah, ini gak boleh, yang ini boleh”, artinya wacana seni rupa hanya dipandang sebelah mata tanpa dilihat sisi yang lain maupun konteksnya, oleh banyak kalangan umum di Indonesia maupun di negara lain.
Seperti yang saya katakan semakin kita bertanya semakin kita jumpai pertanyaan baru, namun itu akan menjadi lebih berarti bila interpelasi itu tidak dibungkam oleh apapun juga tidak menguap begitu saja tanpa ada hasil yang dapat kita petik untuk suatu pembelajaran dari perkembangan seni rupa, artinya ada suatu sikap yang kreatif dan fair dalam memandang seni rupa sebab sesuatu yang lumrah sekali-kali boleh dilanggar sebagai suatu sikap kemajuan .
karya seni bagi saya adalah suatu pandangan jauh kedepan melewati batas-batas ruang dan waktu tanpa harus mengikuti arus trend gaya yang sedang in saat ini artinya saya tidak takut dicap seperti si anu, atau karya saya tidak laku dan tidak ada yang mengkoleksi atau pun tidak pernah menang lomba seni anu, yang penting bagi saya bahwa karya-karya itu bebas dari dogma-dogma apapun,dan paling tidak menyuarakan kepekaan saya sebagai manusia. Saya tidak terpaku pada tema tertentu maupun gaya tertentu apa yang saya rasakan itulah yang saya ingin sampaikan dalam karya , pada pengolahan bentuk saya cenderung untuk mengganggab bahwa bentuk yang meruang adalah bentuk yang” ideal” dan mempunyai ekspresi yang sensual sebagai bentuk, sebab itu merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi dalam proses kreatif pengolahan bentuk “ideal” dan mempunyai makna yang luas.
Dalam cp open biennele 2003 saya mengusulkan karya saya yang pernah dibuat dan dipresentasikan di blok M mall dalam rangka Site Specific Project, Seni Lingkungan Jakart@2001 Jakarta HabitusPublic, 1-30 2001, yang berjudul “Bola-Bola Teror” konsep dari karya ini adalah bagai mana mengajak masyarakat (komunitas di pertokoan Blok M mall) pedagang maupun pembeli di pertokoan Blok M mall untuk berinteraksi dengan karya saya yang berupa bola bambu berdiameter 2m didalam bola bambu itu ada figur yang ekspresif sebagai simbol bentuk korban dari teror.
pada bola bambu maupun pada figur saya tempelkan berita-berita kecelakaan maupun kejadian teror yang waktu itu sudah mulai banyak meneror masyarakat baik berupa teror bomb maupun teror-teror yang disebabkan oleh ketakutan masyarakat pada suatu kejadian seperti bencana alam ,kecelakaan dan lain-lain, saya berpikir bahwa suatu saat teror akan mencapai klimaks nya dan akan mengenai siapapun dari negara manapun, pelakunya pun bisa siapa saja entah pemerintah kepada rakyatnya atau orang tua kepada anaknya, teror-pun bisa menjadi serius bisa juga main-main, teror akan terjadi karena perbedaan kepentingan dan diselesaikan dengan cara pemaksaan kehendak tanpa peduli orang lain hingga korban berjatuhan, teror pun dijadikan suatu yang lumrah oleh masyarakat dalam mencapai suatu tujuan.
Bola-bola teror saya presentasikan pada saat itu Blok M mall sedang ramai-ramainya sehingga tujuan saya untuk mengintimidasi(meneror) komunitas pedagang maupun pengunjung terganggu tercapai baik secara spikologis dengan mengajukan pertanyaan yang tidak ada jawaban maupun ruang gerak telah dipersempit oleh bola-bola teror,dan bola-bola teror bergerak dan berinteraksi oleh anggota komunitas yang terganggu ruang geraknya dan menyingkirkan bola-bola teror sekenanya hingga pada akhirnya semua anggota berinteraksi dan menjadi lumrah,pada saat itu saya mencatat hampir semua pengunjung maupun pedagang bertanya-tanya dan was-was “apaan sih itu ?!,” Wah ntar kena dagangan gue Gimana?!”mata mereka membaca berita kematian kecelakaan dan lain-lain mereka saling mendorong bola-bola teror kesana kemari karena menggangu ruang gerak maupun pandangan dan barang dagang mereka maupun mereka yang mau tidak mau harus terlibat yang pada akhirnya mereka menjadi biasa dengan hal tersebut (karena manusia adalah mahluk yang mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap suatu konflik).
Tujuan sosial saya dari karya ini adalah untuk saling berdamai dengan teror karena teror itu tidak akan terjadi kalo kita selalu intropeksi diri dan tidak menghalalkan segala cara tetapi teror pun juga dibutuhkan untuk memacu daya juang kita sebagai manusia. Sedang tujuan estetik saya adalah menggabungkan beberapa element yaitu element ruang, waktu, bentuk, warna, gerak.semua element itu saling mendukung yaitu ketika element gerak tidak terjadi karena tidak ada yang mengusiknya pada saat sepi pengunjung tetap tidak kehilangan subtansinya yaitu teror/intimidasi baik secara bentuk maupun secara kosep.
Untuk karya kedua saya mengusulkan karya saya yang berjudul “Democrzy” karya ini yang pernah dipamerkan pada acara pameran patung Asosiasi pematung Indonesia di Galeri Nasional pada tahun 2001, konsep dari karya ini adalah keinginan untuk mengatakan begitu mudahnya manusia untuk menampilkan kegilaannya (kebruntalannya) hanya karena dia tidak suka kepada orang lain maupun tidak suka pada paham orang lain, seperti contohnya pada kerusuhan antara etnis madura dengan dayak di kalimantan kita tahu bahwa banyak korban yang disate atau ditusuk ditiang pancang dan dipertontonkan sebagai simbol superior etnis pemenang, begitu juga kita tahu legenda count dracula yang merupakan seorang baron di Rumania yang terkenal dengan kebiasaanya menyate korban-korbannya dihalaman rumahnya sembari bersantai minum teh, kengeriaan itu terus berlangsung sampai sekarang dalam hal ini saya menampilkan dengan pengolahan bentuk patung konfesional dan dalam mengeksplorasi kengerian saya tidak perlu harus memberi bentuk yang runcing dan tajam tetapi cukup dengan memakai element simbol warna dan simbol bentuk maupun ekspresi sedang judul sebagai element penguat maksud.
Begitulah pandangan saya pribadi tentang seni rupa,hkususnya tentang karya yang saya usulkan, dalam kaitannya dengan tema “interpelasi. Kiranya cukup sekian dan terimakasih.

Selasa, 24 Februari 2009

mengapa harus merasa hampa

kadang kita hanya berfikir untuk memenuhi sesuatu di dalam  jiwa yang terasa begitu kurang...mencari dan mencari...hingga tak terasa semakin kita mencari semakin tak berartinya yang coba kita isikan kedalam jiwa....hingga yang tertinggal hanyalah kehampaan seperti ketiadaaan....sesungguhnya ketiadaan  adalah sesuatu yang ada namun kita takpernah sadari bahwa itu ada...apakah alam semesta itu kosong? kita adalah ketiadaan itu seperti kehampaan itu

Senin, 16 Februari 2009

kadang kita tidak tahu mengapa kita harus mencari tahu sesuatu yang tidak kita tahu,padahal semua itu akan berlau seperti angin menerpa wajah, dan sudah ditakdirkan toh semua seiring waktu akan kita sadari dan terlupakan lagi , seperti saat pertama kita terlahir